BEKASI – Pemerintah Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, mengungkapkan bahwa mereka masih menunggu petunjuk teknis dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terkait penerapan model kerja dari rumah atau “work from home” (WFH) bagi para pegawai daerah.
Dilansir dari ANTARA, Selasa (22/8/23) Penjabat Bupati Bekasi, Dani Ramdan, menjelaskan bahwa wacana penerapan kembali WFH muncul sebagai respons terhadap masalah polusi udara yang terjadi di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya, termasuk Kabupaten Bekasi.
“Tentang WFH, implementasinya masih sedang dipertimbangkan,” katanya di Cikarang pada hari Selasa.
Pendapat serupa juga diungkapkan oleh Sekretaris Daerah Kabupaten Bekasi, Dedy Supriyadi, yang menyatakan bahwa penerapan WFH masih dalam tahap kajian oleh Kemendagri. Jika kebijakan ini sudah ditetapkan, penerapan WFH bisa segera dilaksanakan.
“Dalam pertemuan pekan lalu, saya sendiri mengikuti rapat dengan Kemendagri terkait WFH. Ada masukan dari beberapa daerah terkait hal ini, namun penerapannya masih menunggu keputusan dari Kemendagri,” kata Dedy.
Dalam beberapa pekan terakhir, masalah polusi udara di Jakarta menjadi perbincangan publik. Keadaan udara di ibu kota dianggap tidak sehat karena tingkat pencemarannya yang tinggi.
Situasi ini juga menarik perhatian pemerintah pusat, yang kemudian kembali membicarakan pelaksanaan WFH. Kebijakan ini melibatkan daerah-daerah lain di wilayah Jabodetabek, termasuk Kabupaten Bekasi.
Dedy mengungkapkan bahwa dalam rapat koordinasi dengan Kemendagri, polusi udara juga terjadi di sekitar ibu kota, termasuk di Kabupaten Bekasi. Dalam pembahasan tersebut, faktor penyebab polusi setidaknya terdiri dari dua hal, yaitu operasional industri dan kendaraan bermotor.
Aktivitas mobilitas tinggi di wilayah Jabodetabek menjadi salah satu penyebab utama polusi udara.
“Bekasi juga mengalami tingkat polusi yang tinggi karena adanya industri serta mobilitas penduduk. Baik itu orang yang pergi bekerja maupun yang sekadar mengantar anak ke sekolah. Semua berkontribusi terhadap polusi udara. Maka muncullah wacana WFH,” ujarnya.
Dedy menyatakan bahwa dia belum dapat memastikan rincian teknis mengenai penerapan WFH, termasuk unit-unit pemerintahan mana yang akan menerapkan sistem ini.
“Yang pasti, WFH ini tidak akan mengganggu pelayanan publik,” tambahnya.
Dia juga menegaskan bahwa penerapan WFH akan mengadopsi kebijakan pembatasan yang berlaku selama pandemi COVID-19. Karena polusi udara paling banyak disebabkan oleh emisi kendaraan, maka fokus utama WFH akan berada pada pembatasan mobilitas penduduk.
“Di Bekasi, misalnya, aktivitas mobilitas tinggi, sehingga produksi karbon juga tinggi. Maka kerangka kebijakan WFH akan mengadopsi kerangka kebijakan yang berlaku selama pandemi COVID-19. Tinggal bagaimana teknisnya, yang akan diatur lebih lanjut oleh Kemendagri,” tutup Dedy Supriyadi.***