JAKARTA – Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Mahfuz Sidiq mengatakan, pertemuan Gibran Rakabuming Raka bersama raja se-Maluku dalam rangka silaturahim.
Mahfuz menuturkan, pernyataan tersebut untuk menanggapi dugaan pelanggaran yang dituduhkan kepada Gibran Rakabuming Raka karena berdialog dengan raja se-Maluku yang notebene merupakan para kepala desa.
“Jadi, saya kira itu silaturahmi dengan raja-raja. Walaupun mereka kepala desa, tetapi kan pertemuan itu dimaksudkan kepada mereka sebagai tokoh masyarakat, bukan sebagai posisi kepala desa,” katanya dikutip dari ANTARA, Jumat (12/1/2024).
Menurut dia, pertemuan antara tokoh nasional dan tokoh masyarakat merupakan hal biasa untuk mempererat hubungan serta menjaga silaturahmi.
“Ya, saya kira kan pertemuan silaturahim itu hal yang biasa di masyarakat kita, ya. Pak Jokowi sebagai presiden saja bertemu dengan Pak Prabowo, itu hal yang biasa juga, silaturahmi,” kata dia.
Pria yang juga menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia itu berpendapat bahwa kegiatan yang dilakukan Gibran tidak melanggar aturan yang tertuang dalam peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU).
Dia meminta semua pihak untuk tidak memperdebatkan hal tersebut dan menyerahkan sepenuhnya kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk melakukan pemeriksaan jika ditenggarai adanya pelanggaran.
“Menurut saya, sudah, jangan diperdebatkan,” ujar Mahfuz.
Sebelumnya, Bawaslu Provinsi Maluku menyatakan kunjungan cawapres nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka di Kota Ambon, Maluku, diduga melanggar aturan.
“Cawapres dengan nomor urut 2, itu langsung melakukan pertemuan dengan sejumlah kepala pemerintah negeri dan kepala desa, baik dari Kota Ambon maupun Kabupaten Maluku Tengah di SwissBell Hotel. Dugaan awal itu kami nyatakan bahwa ini adalah pelanggaran,” kata anggota Bawaslu Provinsi Maluku Samsun Ninilouw Kamis (11/1).
Samsun menjelaskan Bawaslu Provinsi Maluku menemukan sekitar 30 kepala desa dari sekitar 100 orang yang turut hadir dalam kegiatan safari politik di salah satu hotel di Kota Ambon tersebut.
Padahal, kata dia, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) telah mengatur larangan tersebut.
“Terkait dengan kepala desa, kami menyatakan bahwa ini merupakan pelanggaran sekali pun ini belum final,” kata dia.*