CIREBON – Penggerak toleransi Prabu Diaz meminta Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk mengkaji soal larangan umat muslim mengucapkan hari raya kepada umat agama lain.
Prabu Diaz mengatakan, Indonesia merupakan negara demokrasi dan menganut namanya Pancasila.
“Dalam sila pertama Pancasila saja ketuhanan yang maha esa, yang pastinya menjamin kebebasan beragama untuk seluruh masyarakat Indonesia,” katanya, Senin (3/6/2024).
Dirinya menilai, walaupun mengucapkan hari raya agama lain, jika keimanan kuat tetap saja akan menganut agama Islam.
“Itu tidak akan mengubah akidah kita terhadap Islam, sepanjang kita tidak mengikuti ritual keagamaan agama lain kita tetap jadi muslim,” lanjutnya.
Ia menuturkan, memberikan ucapan hari raya kepada agama lain juga merupakan bentuk toleransi antar umat beragama yang sudah lama.
“Memang ada aturan-aturan dalam Islam yang diperbolehkan dan yang tidak diperbolehkan, dan itu harus ada penjabaran yang kuat,” tuturnya.
Diaz berharap, MUI sebagai wadah lembaga ulama di Indonesia harus bijak dalam mengeluarkan fatwa.
“Umat Islam berpatokan pada ulama sebagai pengayom, sumber kebenaran dan yang lain-lain, saya rasa para ulama bisa bijak dalam menentukan fatwa,” jelasnya.
Ia juga tidak menginginkan Indonesia terjadi konflik akibat fatwa yang tidak bijak.
“Semua salam dan ucapan tersebut merupakan doa yang baik untuk umat manusia, umat agama lain juga sering mengucapkan hari raya Idul Fitri kepada umat muslim,” tuturnya.
Diketahui, Majelis Ulama Indonesia melarang umat Islam untuk mengucapkan selamat hari raya bagi agama lain.
Hal ini diputuskan melalui Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia VIII di Pondok Pesantren Bahrul Ulum Islamic Center, Sungailiat, Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Kegiatan yang mengangkat tema Fatwa: Panduan Keagamaan untuk Kemaslahatan Umat ini digelar pada 28-31 Mei 2023. Kegiatan ini dibuka langsung oleh Wakil Presiden RI KH Ma’ruf Amin.
“Toleransi umat beragama harus dilakukan selama tidak masuk ke dalam ranah akidah, ibadah ritual dan upacara-upacara keagamaan,” kata Prof Ni’am saat menyampaikan hasil Ijtima Ulama VIII poin 3 terkait Fikih Toleransi dalam Perayaan Hari Raya Agama Lain, dikutip dari laman mui.or.id, Senin (3/6/2024).
Prof Ni’am menuturkan, hal itu seperti mengucapkan selamat hari raya agama lain, menggunakan atribut hari raya agama lain, memaksakan untuk mengucapkan atau melakukan perayaan agama lain atau tindakan yang tidak bisa diterima oleh umat beragama secara umum.
“Beberapa tindakan sebagaimana yang dimaksud seperti di atas dianggap sebagai mencampuradukkan ajaran agama,” terangnya.
Meski begitu, MUI menegaskan, umat Islam harus menjalankan toleransi dengan memberikan kesempatan bagi umat agama lain yang sedang merayakan ritual ibadah dan perayaan hari besar mereka.
Prof Ni’am menjelaskan, setidaknya ada dua bentuk toleransi beragama yakni dalam hal akidah dan muamalah. Dalam hal akidah, sambungnya, umat Islam wajib memberikan kebebasan kepada umat beragama lain untuk melaksanakan ibadah hari raya sesuai keyakinannya dan tidak menghalangi pelaksanaanya.
“Dalam hal muamalah, bekerja sama secara harmonis serta bekerja sama dalam hal urusan sosial bermasyarakat, berbangsa dan bernegara,” tutup Prof Niam yang juga Ketua MUI Bidang Fatwa.*** (Sakti)