Scroll untuk baca artikel
BeritaCirebon

Kasus Gangguan Kejiwaan Tinggi, Pemkab Cirebon Bentuk Tim Khusus

566
×

Kasus Gangguan Kejiwaan Tinggi, Pemkab Cirebon Bentuk Tim Khusus

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi orang mengalami gangguan kejiwaan. Foto: Pexels

CIREBON – Pemerintah Kabupaten Cirebon membentuk Tim Koordinasi Kesehatan Jiwa Masyarakat yang bertugas memberikan pelayanan terhadap pasien gangguan kejiwaan. Dengan demikian, proses pemulihan kondisi pikiran dan mental pasien tidak memakan waktu lama.

Bupati Cirebon, Imron mengatakan, angka kasus penderita gangguan kejiwaan di daerahnya cukup tinggi yakni 2.488 kasus. Namun jumlah itu telah berkurang dibandingkan tahun 2022 yang mencapai 2.904 kasus.

Scroll ke bawah untuk lihat konten
Example 300x600
Advertisement

“Tim ini bertugas untuk menangani warga yang menderita gangguan kejiwaan di Kabupaten Cirebon. Di samping itu juga ada konsep Sistem Informasi Terpadu Pelayanan Jiwa Masyarakat,” katanya dilansir dari ANTARA, Jumat (3/11/2023).

Imron menekankan pentingnya langkah antisipasi terhadap warga yang mengalami gangguan kejiwaan. Menurutnya, pemulihan harus dilakukan ketika pasien masih mengalami masalah kejiwaan pada kategori ringan.

“Kita harus mengantisipasi, karena yang terkena gangguan jiwa ada beberapa tingkatan. Sampai saat ini jumlahnya 2.488 kasus. Tim ini menjadi penting untuk penanganan gangguan jiwa,” tutur Imron.

Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Cirebon dr Neneng Khasanah menyebutkan, penanganan kepada pasien yang mengalami kondisi tersebut bisa dilakukan dengan metode konseling hingga terapi dan pengobatan.

Jika kondisi pasien masih dalam kategori ringan, ujar Neneng, mereka bisa melakukan konseling di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) di tingkat desa.

“Kita juga punya empat rumah sakit yang sebagai rujukan kasus gangguan jiwa. RSUD Arjawinangun, RSUD Waled, RS Mitra Plumbon dan RS Sumber Waras. Ada rawat inapnya,” kata Neneng.

Neneng menilai tim yang sudah dibentuk saat ini, dapat melakukan screening untuk masyarakat di usia produktif apakah mereka mengalami gangguan kejiwaan atau tidak.

“Kalau ada pertanda kita tangani. Kita target ada standar pelayanan minimal, orang dengan gangguan jiwa berat targetnya harus 100 persen dilayani dan diobati,” katanya.*