JAKARTA – Penyidik dari Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri melakukan pemeriksaan terhadap dua orang saksi dalam penyelidikan kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang melibatkan Panji Gumilang.
“Dalam agenda hari ini, kami telah memeriksa dua saksi awal yang terkait dengan yayasan berinisial MA dan MS,” ujar Brigjen Pol. Whisnu Hermawan, Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri yang dikutip dari ANTARA, Selasa (22/8/23).
Pemeriksaan terhadap para saksi dilakukan setelah sebelumnya status perkara naik dari tahap penyelidikan menjadi tahap penyidikan pada tanggal 16 Agustus.
Berdasarkan hasil gelar perkara, penyidik telah menemukan bukti awal yang cukup untuk meningkatkan status penyelidikan terkait dugaan TPPU yang melibatkan Panji Gumilang menjadi tahap penyidikan.
Tak hanya mengusut dugaan TPPU, hasil dari gelar perkara yang dilakukan oleh penyidik Dittipideksus Bareskrim Polri juga merambah pada dugaan korupsi Dana Bantuan Operasional Sekolah (Dana BOS) yang melibatkan Panji Gumilang.
Selain menjalankan pemeriksaan terhadap saksi-saksi, Whisnu juga menyatakan bahwa pihaknya telah melakukan pemeriksaan serta penyitaan berbagai barang bukti yang relevan guna memperkuat dasar sangkaan yang dikenakan.
Tidak hanya itu, para penyidik juga menjalin koordinasi dengan Kejaksaan Agung serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam hal rekening yang telah dihentikan sementara.
“Kami juga berkoordinasi dengan Direktorat Pidana Korupsi untuk mengusut kasus terkait Dana BOS,” tambah Whisnu.
Dalam perkara ini, Panji Gumilang diduga melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU yang berpotensi menghadapi hukuman penjara hingga 20 tahun. Selain itu, juga diduga melanggar Pasal 70 juncto Pasal 5 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 yang mengatur perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001, dengan ancaman hukuman penjara selama lima tahun.
Lebih lanjut, Panji Gumilang juga dijerat dengan tuduhan tindak pidana penggelapan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 372 KUHP, yang berpotensi mendapat hukuman penjara selama empat tahun, dan tuduhan tindak pidana korupsi berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, yang mengatur perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999, dengan ancaman hukuman penjara maksimal 20 tahun.***