CIREBON – Hakim Pengadilan Negeri Bandung mengabulkan permohonan prapradilan Pegi Setiawan yang ditetapkan Polda Jawa Barat sebagai tersangka kasus pembunuhan Vina dan Eky Cirebon tahun 2016 silam.
Sidang putusan tersebut digelar di PN Bandung, Jawa Barat, Senin (8/7/2024).
Mengutip dari siaran langsung salah satu stasiun televisi nasional, Hakim Eman Sulaeman mengatakan, menimbang bahwa terhadap bukti-bukti yang diajukan baik oleh pemohon maupun oleh termohon hakim praperadilan hanya akan mempertimbangkan alat bukti yang ada relevansinya dengan persoalan dalam perkara pra peradilan ini sedangkan yang dianggap tidak relevan dengan perkara aquo dengan sendirinya akan dikesampingkan.
“Menimbang bahwa hakim praperadilan tidak mengadili apakah seseorang itu bersalah atau tidak bersalah serta tidak juga mengadili apakah seseorang itu pelaku atau bukan pelaku karena sesuai dengan peraturan Mahkamah Agung RI nomor 4 tahun 2016 dalam Bab 2 Pasal 2 ayat 2 menentukan bahwa pemeriksaan pra peradilan terhadap pemohon tentang tidak sahnya penetapan tersangka hanya menilai aspek formil yaitu apakah ada paling sedikit dua alat bukti yang sah dan tidak memasuki materi perkara,” ucap Eman.
Dikatakannya lebih lanjut, menimbang bahwa sebelum hakim mempertimbangkan lebih lanjut apakah permohonan pra peradilan yang diajukan oleh pemohon beralasan atau tidak maka terlebih dahulu akan dipertimbangkan tentang berwenang tidaknya hakim pra peradilan untuk mengadili tentang sah tidak hanya penetapan tersangka.
Menurut Eman, penetapan tersangka tidak hanya dengan bukti permulaan yang cukup dan bukti yang cukup adalah minimal dua alat bukti. Tetapi, juga harus diikuti adanya pemeriksaan calon tersangka terlebih dahulu karena hal tersebut sudah jelas dan tegas termaktub dalam putusan mahkamah konstitusi nomor 21/PUU XII/2014 tertanggal 16/03/2015 telah memberikan syarat tambahan bahwa selain dua alat bukti harus dilakukan pemeriksaan terhadap calon tersangka terlebih dahulu di mana dalam pertimbangannya Mahkamah Konstitusi menyebutkan bahwa agar memenuhi asas kepastian hukum yang adil sebagaimana ditetapkan dalam pasal 28 d ayat 1 undang-undang dasar 1945 serta memenuhi asas lekserta dan asas lekstrikta dalam hukum pidana maka prasa bukti permulaan bukti permulaan yang cukup dan bukti yang cukup sebagaimana ditentukan dalam pasal 1 angka 14 pasal 17 dan pasal 21 ayat 1 KUHAP harus ditafsirkan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang termuat dalam pasal 184 ayat 1 KUHAP dan disertai dengan pemeriksaan calon tersangkanya kecuali terhadap tindak pidana yang penetapan tersangkanya dimungkinkan dilakukan tanpa kehadirannya in absensia.
“Menimbang bahwa pemeriksaan calon tersangka walaupun tidak dicantumkan dalam amar putusan melainkan dibunyikan dalam pertimbangannya akan tetapi putusan mahkamah konstitusi tersebut bersifat final dan mengikat maka sepatutnya isi utusan seluruhnya harus dipatuhi terlebih lagi oleh penegak hukum menimbang bahwa keharusan adanya pemeriksaan calon tersangka di samping minimum dua alat bukti tersebut semata-mata bertujuan untuk memberikan transparansi dan perlindungan hak asasi seseorang agar sebelum ditetapkan sebagai tersangka,” jelasnya.
Fakta di persidangan, kata Eman, tidak ditemukan bukti satupun yang menunjukkan bahwa pemohon dalam penyidikan yang dilakukan oleh termohon pernah dilakukan pemeriksaan sebagai calon tersangka sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh termohon maka menurut hakim penetapan tersangka atas pemohon haruslah dinyatakan tidak sah dan dinyatakan batal demi hukum.
“Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan di atas maka alasan-alasan permohonan pra peradilan yang diajukan oleh pemohon haruslah dinyatakan beralasan menurut hukum dan patut dikabulkan menimbang bahwa oleh karena penetapan pemohon sebagai tersangka didasarkan pada penyidikan yang tidak sah maka seluruh tindakan termohon terhadap pemohon menjadi tidak sah dengan demikian tenang mohon tenang dengan demikian petitung dalam permohonan praperadilan pemohon secara hukum dapat dikabulkan untuk seluruhnya,” tegasnya.***