CIREBON – Kejaksaan Negeri Kota Cirebon baru saja menahan satu tersangka inisial AS dalam kasus dugaan penggelapan dana nasabah di BPR Bank Cirebon.
Berdasarkan hitungan, kerugian negara akibat kasus tersebut kurang lebih Rp 3 miliar mulai dari tahun 2010 sampai tahun 2020.
Lantas bagaimana cara AS menggelapkan dana kurang lebih 300 nasabah tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Kota Cirebon Muhammad Hamdan melalui Kasi Pidana Khusus Kejari Kota Cirebon Pahmi mengatakan, untuk tabungan anak sekolah (TAS) sendiri nasabah membuka tabungan TAS dengan mengisi formulir pembukaan yang dibawa oleh tersangka.
“Kemudian, memproses pembukaan tersebut di bank, kemudian tersangka memberikan sertifikat tabungan tersebut kepada nasabah,” katanya, Rabu (9/10/2024).
Dirinya melanjutkan, jika sudah membuka rekening, ketika Nasabah ingin melakukan penyetoran Tabungan tiap bulan, nasabah cukup berkomunikasi melalui tersangka tanpa datang langsung ke bank.
“lalu tersangka membawa sertifikat Tabungan beserta uang setoran tersebut ke bank dan mencetak lampiran rekapan setoran dalam sertifikat tersebut kemudian mengembalikan sertifikat tersebut kepada nasabah,” lanjutnya.
Ia menceritakan, beberapa bulan kemudian, ketika nasabah ingin melakukan penyetoran tabungan, tersangka membawa sertifikat Tabungan dan uang dari nasabah, namun dia tidak melakukan penyetoran uang tersebut ke bank dan tidak mengembalikan sertifikat tabungan tersebut ke Nasabah.
“Perbuatan tersebut dilakukan beberapa kali untuk setoran-setoran berikutnya, sehingga terdapat beberapa jumlah setoran Tabungan yang tidak terekap dalam sistem bank,” jelasnya.
Selanjutnya, tersangka sebelum masa akhir periode tabungan, melakukan pengambilan dana yang ada pada tabungan menggunakan surat kuasa dan slip penarikan yang diduga dipalsukan oleh tersangka, namun dana tersebut tidak pernah diberikan kepada nasabah.
Untuk deposito sendiri, prosesnya seperti awal dari pembukaan tabungan tas, namun tersangka tidak pernah memberikan sertifikat asli kepemilikan deposito tersebut kepada nasabah.
“Deposito tersebut yang seharusnya berjangka waktu 1 tahun, namun tersangka membuka deposito tersebut hanya dalam jangka waktu 1 bulan dengan tanggal 08 Desember 2021 hingga 08 Januari 2022 dan sertifikat asli tersebut dipegang oleh tersangka,” jelas Pahmi.
Kemudian AS menyuruh nasabah untuk menandatangani blangko kosong pada tanggal 8 Juni 2022 dengan memanfaatkan ketidaktahuan nasabah yang telah sangat percaya dengan tersangka, yang ternyata dokumen yang ditandatangani oleh nasabah adalah surat kuasa khusus untuk memberikan kuasa kepada AS untuk mencairkan dana deposito.
“Setelah mendapatkan surat kuasa tersebut, tersangka mencairkan dana deposito milik nasabah tanpa sepengetahuan dari nasabah tersebut,” jelasnya.***(Sakti)