CIREBON – Perwakilan warga dari lima kecamatan di Kota Cirebon mendatangi Pengadilan Negeri (PN) Cirebon, Jumat (2/8/2024).
Kedatangan puluhan orang itu atas nama komunitas aspirasi dan suara arus bawah, mereka mengajukan judicial review (JR) terhadap Peraturan Daerah (Perda) Kota Cirebon nomor 1 tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribuao Daerah ke Mahkamah Agung (MA).
Volunteer sekaligus advokat, Hetta Mahendrati Latumeten mengatakan, perwakilan masyarakat Kota Cirebon ini sudah melampaui banyak hal dan langkah-langkah, mulai dari diskusi, rapat dengar pendapat dengan pihak terkait. Bahkan, pihaknya sempat melakukan aksi unjuk rasa di Jalan Siliwangi tepatnya di depan DPRD Kota Cirebon.
“Kami sampai demo terkait kenaikan Pajak Bumi Bangunan (PBB) ini, hanya saja masih belum didengar oleh pemimpin-pemimpin Kota Cirebon,” ungkapnya.
Atas hal tersebut, lanjut Hetta, pihaknya memilih langkah terakhir dengan mengajukan JR terkait Perda nomor 1 tahun 2024. Menurutnya, Perda tersebut terdapat kejanggalan formil yang memang dalam prosesnya tidak dilakukan oleh pemerintah baik eksekutif maupun legislatif dalam penerbitan Perda itu.
“Dalam pengajuan ini kami tidak gegabah, kami juga hadirkan saksi ahliahli, seluruh bukti kami bawa dan serahkan. Ada 131 bukti semuanya kami sampaikan ke PN hari ini, pagi ini,” kata Hetta.
Berdasarkan data dan informasi, pemohon JR sendiri merupakan perwakilan warga dari lima kecamatan di Kota Cirebon, yakni Suryanapranatha, Beni Yonatha, Marlinah Ongkowidjojo, Dani Suprapto dan Bobby Hendrawan. Sedangkan, termohon adalah Pemda Kota Cirebon, DPRD Kota Cirebon dan Pemda Provinsi Jawa Barat.
Sebelumnya, sejumlah masyarakat Kota Cirebon melakukan aksi demonstrasi terkait dengan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di depan Gedung DPRD Kota Cirebon.
Salah satu masyarakat Hetta Mahendrati Latumeten menganggap, kenaikan PBB tersebut dirasa ugal-ugalan, karena kenaikannya sangat besar.
“Tuntutan kami jelas membatalkan surat keputusan yang menaikkan PBB sesuai dengan NJOP tersebut,” katanya, Kamis (6/6/2024).
Dirinya melanjutkan, pihaknya tidak menganjurkan untuk menolak bayar pajak, tapi meminta masyarakat untuk menunda terlebih dahulu pembayaran PBB.
“Aksi ini merupakan aksi kedua yang dilakukan, kami merasa pemerintah abai terkait tuntutan kami, yang ditunjukkan dengan cara memasang berbagai macam iklan terkait dengan diskon PBB tersebut,” lanjutnya.
Ia menilai, pemerintah Kota Cirebon tidak memiliki niat untuk mengabulkan berbagai tuntutan penurunan PBB tersebut.
“Dengan adanya diskon tersebut, pemerintah menganggap masyarakat setuju dengan adanya kenaikan tersebut, dan merupakan pembodohan untuk masyarakat, permasalahannya tahun depan sudah tidak ada diskon lagi,” jelasnya.
Sementara itu, Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah Kota Cirebon Mastara mengatakan, pihaknya memahami keluhan dari masyarakat Kota Cirebon.
“Tadi juga dengan ketua DPRD kita sudah melakukan diskusi, saya juga sudah sampaikan, secara kebijakan memang kewenangan kepala daerah dalam hal ini Penjabat Walikota,” katanya.
Ia menjelaskan, nantinya kebijakan akan dilakukan kajian terlebih dahulu jangan sampai keputusan seperti apapun akan berdampak kepada sistem kedepannya.
“Prinsipnya mengatasi masalah tanpa masalah, jangan sampai mengatasi masalah dan timbul masalah yang baru,” jelasnya.
Dirinya menuturkan, relaksasi sendiri sampai saat ini sudah berjalan baik yang 40 persen, 30 persen, dan 20 persen.
“Nantinya juga akan ada pengurangan non periodik pada saat HUT Kota Cirebon maupun HUT Republik Indonesia baik H-7 maupun H+7,” tutupnya.***