CIREBON – Dua daerah strategis di Jawa Barat, Kabupaten Cirebon dan Kuningan, kini tengah bersiap menghadapi ancaman bencana alam saat musim penghujan tiba. Melalui penandatanganan kerja sama penting, Jumat (4/10/2024), kedua pemerintah daerah berikrar untuk saling bahu-membahu menanggulangi potensi banjir dan longsor yang kerap mengancam warganya.
Wilayah Cirebon timur selama ini rentan terendam akibat luapan Sungai Cisanggarung, yang hulunya berada di Kabupaten Kuningan. Sebaliknya, Kuningan dengan kontur pegunungan menghadapi risiko longsor, yang bisa berdampak fatal jika pengelolaan air sungai tidak dilakukan dengan baik.
Pj Bupati Cirebon, Wahyu Mijaya, menegaskan bahwa kolaborasi dengan Kuningan merupakan langkah strategis dalam upaya pencegahan bencana.
“Ini langkah bersejarah. Kami tidak lagi bekerja sendiri-sendiri dalam menghadapi bencana. Dengan kerja sama ini, kami bisa lebih siap mengantisipasi banjir dan melindungi masyarakat,” tegas Wahyu saat penandatanganan kerjasama penanggulangan bencana di Pendopo Bupati Cirebon.
Ia berharap kerja sama ini dapat meminimalisir dampak banjir di wilayahnya. Dari sisi hulu Pemerintah Kabupaten Kuningan akan melakukan beberapa upaya untuk mencegah terjadinya bencana.
“Kami juga dari sisi hilir juga akan melakukan berbagai hal juga supaya dapat meminimalisir terjadinya banjir di Kabupaten Cirebon,” ungkap Wahyu.
Senada dengan Wahyu, Pj Bupati Kuningan, R. Iip Hidayat, menekankan bahwa kerja sama ini lebih dari sekadar formalitas. Ini adalah langkah nyata dalam menghadapi potensi longsor yang setiap tahun mengintai.
“Sebagai daerah hulu, Kuningan punya tanggung jawab besar. Kami akan memperkuat tanggul, membangun dam, dan tentu saja mengajak masyarakat untuk lebih bijak dalam menjaga lingkungan, terutama terkait pengelolaan sampah,” tegas Iip.
Tak hanya pemerintah daerah, Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) juga akan dilibatkan dalam pengelolaan sungai dan sedimentasi yang jadi penyebab banjir di Cirebon.
Dengan rencana yang matang, kedua pemimpin optimis dapat mengurangi risiko bencana yang merugikan tak hanya infrastruktur, tapi juga kehidupan ribuan warga, khususnya petani yang paling terdampak.***(via)