Scroll untuk baca artikel
Kiriman Pengguna

Kupas Tuntas Kebijakan Perpajakan E-Commerce di Indonesia

726
×

Kupas Tuntas Kebijakan Perpajakan E-Commerce di Indonesia

Sebarkan artikel ini
Illustrasi tax. Foto: Pixabay/Stevepb

E-Commerce, akronim dari “electronic commerce” atau dikenal juga dengan perdagangan elektronik, merujuk pada proses transaksi jual-beli barang atau layanan melalui internet atau platform secara daring. Aktivitas jual-beli melalui internet ini mencakup pembelian produk atau layanan jasa, transfer dana, dan interaksi bisnis lainnya yang dilakukan secara elektronik dan secara umum melalui situs web, aplikasi seluler, atau platform jual-beli daring lainnya. 

E-Commerce hingga kini telah menjadi salah satu bentuk perdagangan yang paling berkembang pesat di era digital, dan sangat memungkinkan konsumen untuk berbelanja dengan mudah tanpa harus pergi ke toko fisik. Sementara bagi perusahaan, e-commerce memberikan akses dan atensi pasar yang lebih luas dan menjangkau lebih banyak pelanggan potensial di berbagai wilayah.

Perkembangan pesat teknologi ini telah mengubah lanskap bisnis secara signifikan di seluruh dunia. Transformasi dari bisnis konvensional menjadi digital tidak hanya membawa perubahan dalam cara perusahaan beroperasi, tetapi juga memiliki dampak yang signifikan pada aspek perpajakan.

Sebagai negara berkembang, Indonesia merespon fenomena ini dengan menyesuaikan berbagai kebijakan pajak untuk memastikan bahwa transaksi e-commerce juga dikenai pajak secara adil sebagaimana transaksi konvensional.

Adaptasi ini juga ditujukan untuk mencapai asas revenue productivity agar penerimaan pajak dari seluruh sektor dapat dilakukan dengan optimal dan seefektif mungkin. Pemerintah, melalui Kementerian Keuangan, membuat kebijakan baru mengenai pajak yang dikenakan pada transaksi melalui internet di platform e-commerce yang dijalankan oleh pelaku usaha kecil dan menengah atau biasa disebut dengan UMKM agar asas revenue productivity dapat tercapai.

Rancangan Awal Pemajakan atas Transaksi dalam E-Commerce

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menetapkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia sebagai bentuk adaptasi atas perkembangan transaksi yang semakin berevolusi ke arah digital, peraturan Nomor 210/PMK. 010/2018 menjabarkan tentang ‘Perlakuan Perpajakan atas Transaksi Perdagangan melalui Sistem Elektronik (E-Commerce)’.

Peraturan Menteri Keuangan atas pemajakan bagi E-Commerce ini seharusnya sudah diberlakukan secara efektif sejak tanggal 1 April 2019. Berdasarkan regulasi yang ditetapkan Menteri Keuangan tersebut, marketplace atau platform penyedia jual-beli digital seperti Shopee, Lazada, Tokopedia, dan sejenisnya wajib mengukuhkan dirinya menjadi Pengusaha Kena Pajak.

Selain itu, seluruh pedagang, penjual, atau penyedia jasa dan/atau layanan yang terdaftar di dalam marketplace tersebut juga wajib menginformasikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) nya.

Namun pada kenyataannya, melalui pertimbangan dan analisa lebih lanjut, PMK Nomor 210 Tahun 2018 tersebut dinyatakan dicabut, bahkan sebelum sempat diterbitkan, dengan alasan adanya sejumlah perdebatan di kalangan masyarakat karena terdapat banyak ambiguitas. Salah satu ambigu yang disorot adalah sikap pemerintah yang terkesan seperti “sengaja” memunculkan jenis pajak baru yang diprediksi akan merugikan pelaku usaha yang menjalankan bisnisnya melalui platform E-Commerce.

Peraturan Terbaru atas Pemajakan Transaksi Berbasis Digital melalui Platform E-Commerce

Akibat ambiguitas yang ramai diperbincangkan publik dan pihak-pihak yang merasa dirugikan atas diterbitkannya PMK Nomor 210 Tahun 2018, pemerintah akhirnya menerbitkan kembali peraturan baru untuk mengatur transaksi bisnis digital. Peraturan ini tertuang di dalam Surat Edaran yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak dengan Nomor SE- 62/PJ/2013 yang menjelaskan Tentang Penegasan Ketentuan Perpajakan Atas Transaksi E-Commerce. 

Poin-Poin Penting di dalam SE No. 62 Tahun 2013 

Transaksi e-commerce menitikberatkan pada cara bertransaksi melalui media elektronik, sehingga normalnya yang akan dikenai pajak dalam transaksi jual-beli secara daring tetap sejalan dengan transaksi perdagangan konvensional.

Dengan demikian undang-undang mengenai Pajak Penghasilan (UU PPh) dan juga undang-undang yang mengatur Pertambahan Nilai Barang dan Jasa serta Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (UU PPN) tetap menjadi landasan yang berlaku. Selain platform digital seperti Shopee, Lazada, Tokopedia dan marketplace sejenisnya, SE Nomor 62 Tahun 2013 juga dirancang untuk mengatur transaksi E-Commerce lainnya:

  1. Online Marketplace
  • Objek pajak adalah penghasilan atau income dari layanan penyedia tempat dan/atau waktu dalam wadah lain untuk menyampaikan informasi.
  • Subjek pajaknya ialah individu atau perorangan pribadi atau Badan Usaha yang menerima pendapatan dari pihak jasa penyedia tempat dan/atau waktu di dalam platform lain untuk menyampaikan informasi.
  • Media lain untuk menyampaikan informasi adalah laman web yang berfungsi sebagai platform untuk menjalankan toko, menampilkan beragam konten atau produk barang dan/atau jasa, serta melakukan penjualan.
  • Jika online marketplace sebagai pengguna jasa merupakan WPOP atau Badan Usaha yang ditunjuk sebagai pemotong PPh, maka mereka harus melaksanakan pemotongan PPh yaitu Pasal 21, Pasal 23, atau Pasal 26 sebagaimana yang telah diatur dalam ketentuan yang berlaku.
  1. Online Retail
  • Objek pajak yaitu penghasilan yang didapat dari aktivitas menjual barang atau jasa. Jika pendapatan tersebut menjadi objek pemotongan atau pemungutan PPh, maka PPh harus dipotong atau dipungut sesuai ketentuan yang berlaku.
  • Dalam bisnis retail yang dilakukan secara online,  perorangan pribadi, individu, atau Badan Usaha yang meraup pendapatan dari jual-beli produk barang dan/atau penyediaan jasa, yang menjadi subjek pajak ialah penyelenggara online retail.
  • Bagi pihak penyelenggara online retail, regulasi tarif PPh yaitu Pasal 17 yang akan diterapkan pada penghasilan yang tidak dikenai PPh final. Akan tetapi, jika pihak yang melakukan transaksi adalah perorangan pribadi atau Badan Usaha yang bertanggung jawab sebagai pemungut atau yang memotong pajak, wajib pajak yang harus melakukan pemotongan besaran pajak sesuai dengan prosedur yang berlaku.
  1. Classified Ads
  • Pihak Pengiklan, yang termasuk dalam daftar sebagai WPDN dalam BUT atau OP, bertanggung jawab sebagai pemotong pajak atas transaksi atau pembayaran layanan media untuk penyelenggara iklan klasifikasi atau Classified Ads.
  • Apabila penyelenggara Classified Ads bekerja sama dengan pihak lain yang tergolong WP Badan, BUT, OP atau WPLN, maka mereka harus menjadi pemotong pajak.
  • Penyelenggara iklan yang menjalin transaksi dengan pengiklan dan menghasilkan pendapatan bagi pihak pengiklan secara otomatis menjadi objek pemotongan pajak, yang artinya pengguna jasa iklan bertanggung jawab sebagai pemotong pajak atas penghasilan tersebut.
  1. Daily Deals
  • Apabila ada pembayaran sebagai imbalan untuk layanan penyedia tempat dan waktu dalam berbagai media kepada pihak Penyelenggara Daily Deals, berarti Merchant Daily Deals (yang berstatus WP Badan Dalam Negeri, BUT atau OP) ialah yang bertanggung jawab sebagai pemotong pajak.
  • Bila terdapat transaksi untuk jasa sebagai perantara kepada Pelaku Daily Deals, maka Merchant Daily Deals menjadi pihak yang berkewajiban memotong pajak.
  • Apabila pihak yang menyelenggarakan Daily Deals menggunakan layanan dari pihak ketiga untuk menjalankan kegiatan Daily Deals, mungkin berupa WP Badan, BUT, OP, atau WPLN, Penyelenggara Daily Deals memiliki kewajiban untuk memotong pajak atas jasa tersebut.

Kompleksitas dan Tantangan Pemajakan atas Transaksi Perdagangan Elektronik 

Berbeda dari perdagangan konvensional, aktivitas e-commerce menunjukkan karakteristik yang unik yang menyebabkan implikasi pajak menjadi jauh lebih kompleks dikarenakan sifatnya yang berlangsung secara elektronik, hanya antara penjual (e-merchant) dan pembeli (e-customer) di dunia maya.

Transaksi yang digunakan di dunia maya tidak menggunakan dokumen fisik, melainkan transaksi terjadi melalui obrolan, konferensi video, atau melalui surel (e-mail), sehingga menimbulkan tantangan mulai dari pelaporan hingga pemenuhan kewajiban pajak yang berbeda di setiap yurisdiksi.

Dengan adanya perubahan regulasi dan aturan pajak yang terus berkembang dalam e-commerce, e-merchant dituntut untuk memperhatikan setiap transaksi dengan cermat agar dapat mematuhi aturan yang berlaku serta mempertahankan tingkat kepercayaan pelanggan. 

Selain masalah kepercayaan dalam bertransaksi, hambatan pertumbuhan e-commerce di Indonesia juga didasari oleh infrastruktur logistik yang masih terbatas. Kendala ini kemudian menyulitkan e-commerce untuk menjangkau pasar di wilayah-wilayah terpencil. Meskipun e-commerce di Indonesia bertumbuh pesat, tingkat kepatuhan pajak masih rendah.

Seperti dikutip dari antaranews.com (2014), jika dilihat dari nilai transaksi rata-rata yang mencapai 100 triliun rupiah per tahun, mayoritas transaksi e-commerce ternyata tidak membayarkan pajaknya. Menurut survei Direktorat Jenderal Pajak di tahun yang sama, pengusaha e-commerce menunjukkan tingkat kepatuhan perpajakan yang rendah. Sejumlah 1.600 pelaku e-commerce yang disurvei oleh DJP, 600 belum teridentifikasi, sementara 1000 diantaranya sudah dikenal sebagai pelaku e-merchant.

Sekitar 620 dari total 1000 e-merchant tersebut sudah memiliki NPWP, dan mayoritas telah melaporkan pajaknya meskipun kesesuaian laporan dengan fakta transaksi yang terjadi di lapangan masih belum bisa dipastikan (Dirjen Pajak, 2014). Jelas bahwa rendahnya kepatuhan pajak dalam E-Commerce tidak dapat dipisahkan dari rendahnya kepatuhan pajak secara umum di Indonesia.

Di satu sisi, e-commerce mengakibatkan kehilangan pendapatan pajak ganda. Pertama, transaksi digital ini telah menggantikan dan meluaskan remote sales yang sebelumnya tidak dikenakan pajak. Kedua, ekspansi e-commerce, baik sebagai substitusi maupun ekstensi, sering kali beroperasi di luar kontrol peraturan pajak lokal, bahkan regulasi yang terbaru. Hal ini yang kemudian menyebabkan banyaknya opini yang menganggap e-commerce sebagai penyebab utama penurunan pendapatan negara secara signifikan. 

Di samping itu, perkembangan pesat e-commerce memberikan keuntungan dan peluang positif bagi perusahaan kecil dan menengah untuk bersaing secara global, dan menjadi sebanding dengan perusahaan besar. Peningkatan e-commerce tidak hanya memikat pengusaha, tetapi juga menggelitik perhatian pemerintah untuk mempertimbangkan penerapan pajak e-commerce sebagai solusi untuk menutup defisit anggaran mereka.

Untuk mengatasi kompleksitas dan tantangan pemajakan dalam transaksi e-commerce, Pemerintah harus mengadopsi strategi komprehensif, atau pemberlakuan peraturan yang jelas dan adaptif yang mengikuti perkembangan e-commerce. Pemerintah juga perlu meningkatkan kesadaran dan pengetahuan terkait perpajakan bagi pelaku e-commerce untuk meningkatkan kepatuhan terhadap tanggung jawab membayar pajak.

Lebih dari itu semua, Pemerintah mengemban tanggung jawab untuk meningkatkan infrastruktur internet, menyederhanakan prosedur perizinan bea cukai, mempermudah regulasi e-payment, serta memberikan literasi dalam keamanan transaksi jual-beli online kepada masyarakat. Pemerintah juga sebaiknya memberikan aturan yang jelas bagi investasi asing dan memberikan kemudahan akses investasi serta intensif pajak kepada bisnis kecil dan menengah.*

REFERENSI

Antara News.com. (2014). Apindo: transaksi online mayoritas tidak bayar pajak. Diakses pada 4 Juni 2016 dari http://m.antaranews.com/berita/421157/apindo-transaksi-online-mayoritastidak-bayar-pajak 

Cristine. (2020). Pajak Pada E-Commerce. pajakku. https://www.pajakku.com/read/5f6c7e3d271287758223905f/Pajak-Pada-E-Commerce

Ditjen Pajak. (2014). Masih Sedikit Pelaku e-Commerce Yang Memiliki NPWP. http://www.pajak.go.id/content/masih-sedikit-pelaku-e-commerce-yangmemiliki-npwp

Panjaitan, E. W. (2021, September 3). Pengenaan Pajak Atas Transaksi Elektronik di platform e-commerce. PAJAK.COM. https://www.pajak.com/pwf/pengenaan-pajak-atas-transaksi-elektronik-di-platfrom-e-commerce/ 

Sari, M. M. (2021, September 12). Pengenaan Pajak Atas E-Commerce Dan UMKM. PAJAK.COM. https://www.pajak.com/pwf/pengenaan-pajak-atas-e-commerce-dan-umkm/  

Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-62/PJ/2013 tentang Penegasan Ketentuan Perpajakan atas Transaksi E-Commerce

Sya’bani, A. (2016, December 30). Review Ketentuan Perpajakan E-Commerce di Indonesia. Kementerian Keuangan Republik Indonesia. https://fiskal.kemenkeu.go.id/files/berita-kajian/file/Review_Ketentuan_Perpajakan_E-Commerce_di_Indonesia.pdf 

Disclaimer: Artikel di atas bukanlah pandangan redaksi, seluruh materi baik gambar dan tulisan sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.

PENULIS:

Chiara Revana Anggraini
Mahasiswa Fakultas Ilmu Administrasi, Departemen Ilmu Administrasi Fiskal, Universitas Indonesia
Salsabila Mutiara N.A
Mahasiswa Fakultas Ilmu Administrasi, Departemen Ilmu Administrasi Fiskal, Universitas Indonesia
TiketFest