CIREBON – Masyarakat Cirebon Jawa Barat berlatar belakang multikultural, memiliki adat istiadat dan tradisi yang hingga kini masih dilestarikan. Tradisi tersebut di antaranya nadran, sedekah bumi, tujuh bulanan, kupatan, dan mudun lemah.
Mudun Lemah adalah tradisi yang diadakan sebagai ungkapan syukur atas kelahiran bayi ketika sudah menginjak usia 7 bulan.
Tradisi Mudun Lemah dipercaya dapat melihat masa depan sang anak. Bayi yang berusia 7 bulan, atau ketika mereka mulai bisa menapakkan kakinya untuk pertama kali. Sesuai dengan namanya, lemah berarti tanah, dan mudun berarti turun.
Dosen pengampu mata kuliah Budaya Kacirebonan di IPB Cirebon, Ratri Nuryani Qudwatullatifah mengatakan, mudun lemah merupakan budaya atau tradisi Cirebon yang sudah ada sejak dulu.
Mudun Lemah tersebut diadopsi dari budaya Jawa yaitu Tedak Siten yang artinya melangkah, sedangkan siten artinya bumi atau tanah jadi.
Tradisi ini melambangkan bahwa sang anak sudah siap untuk melangkah di bumi atau tanah dengan harapan kelak bertumbuh dan berkembang dengan baik.
“Selain itu prosesi mudun lemah sendiri yang pertama, anak akan dituntun turun dari tangga dan menginjak berbagai macam lambang, salah satunya dodol dengan berbagai macam warna, di antaranya kuning, merah, dan putih. Harapannya di masa depan nanti anak bisa mengatasi berbagai macam hambatan dan permasalahan yang datang di dalam kehidupan,” ujarnya.
Kemudian prosesi yang kedua lanjut Ratrih, adalah memasukkan anak ke dalam kurungan ayam atau orang Cirebon biasa menyebutnya dengan ranggap.
Kemudian di dalam ranggap tersebut disediakan bokor yang biasa orang Cirebon mengisinya dengan perhiasan, uang, padi dan lain sebagainya.
Tujuan dari prosesi tersebut adalah sebagai pembimbing bagi anak dalam memilih pekerjaan di masa yang akan datang, misalnya anak mengambil perhiasan yang ada di dalam bokor tersebut.
“Harapan dari orang tua sendiri kelak anak akan menjadi orang yang sukses dan gemar bersedekah,” katanya.*(Dede Hasanah)